Senin, 24 Desember 2012

Dampak Permainan Game Online pada kalangan Anak - Anak


Pada edisi kali ini ijinkanlah saya untuk membahas suatu hal menarik yang berkaitan tentanf dunia maya / cyber. yg akan saya bahas yaitu dampak negatif yang ditimbulkan dari maraknya peredaran game online di indonesia berikut bagaimana solusi yang bisa diterapkan agar mengurangi masalah yang negatif akibat game online tsb. tanpa panjang lebar lagi mari kita bahas. saya mengutip dari pemberitaan media massa, dalam hal ini saya mengambil dari kompas yang berisikan sebagai berikut .
Selama enam bulan terakhir diketahui tujuh anak mencuri untuk memenuhi keinginannya bermain di warung internet atau persewaan playstation. Ini berdasarkan pantauan organisasi non-pemerintah Sahabat Kapas, Solo, terhadap anak-anak dampingannya.
Koordinator Sahabat Kapas Dian Sasmita mengatakan, usia anak yang tengah dalam tahap tumbuh kembang rentan terhadap dampak internet. Dampak negatif beraktivitas di depan layar berwarna dan bergerak, antara lain pada pola hubungan sosial dengan keluarga dan teman.
Menurut Dian, pergaulan anak yang hanya di games online saja membuat para pecandu games online menjadi terisolasi dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Mereka juga terpengaruh perilaku agresif oleh apa yang dilihat dan dimainkan di game online.
"Bahkan dorongan untuk berbuat kenakalan kian besar demi memenuhi hasrat melanjutkan permaiannyanya. Selain itu, konsentrasi anak dalam pelajaran menurun. Tidak hanya itu, paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak," kata Dian, Minggu (1/7/2012).
Untuk itu, peran orang tua sangat diperlukan dalam mendampingi anak-anak memanfaatkan kecanggihan teknologi dan internet untuk hal yang positif. Salah satu yang bisa dilakukan adalah membatasi waktu anak-anak saat bermain game dan internet.
"Kami bersama beberapa organisasi lainnya berkampanye tentang internet sehat," kata Dian.
PADA mulanya, video games atau sejenisnya diciptakan hanya sekadar untuk mengisi waktu luang misalnya sedang menggu, dan sebagainya. Jenis ini dikenal dengan istilah dingdong. Karena itu, penempatannya pun hanya di pusat-pusat perbelanjaan atau di gedung-gedung bioskop dan pusat keramaian. Namun kenyataannya, kehadiran dingdong ini banyak disalahgunakan, misalnya saja didirikan di dekat sekolah dan di tempat-tempat yang kurang layak. Barangkali ini salah satu pencetus anak membolos dari sekolahnya.
Read More...
Menurut Seto Mulyadi alias Kak Seto, permainan ini dimaksudkan untuk merangsang kecepatan bereaksi. Tapi parahnya, permainan itu mampu membuat anak kecanduan. Dengan sendirinya anak akan lupa belajar, makan, dan sebagainya. Ini tentu saja akan mengganggu fisik dan mental si anak.

Contoh: game online Point Blank.

Positif-Negatif

Sosiolog dari UI, Dra. Siti Hidayati, menilai video games cukup gawat pengaruhnya pada sosialisasi anak. Dalam proses sosialisasi, anak butuh teman sebaya untuk bermain. Bermain di sini diartikan sebagai proses belajar bermasyarakat. Ini pasti perlu ruang dan waktu. Konyolnya, katanya, lahan bermain makin lenyap, sementara waktu pun hilang begitu saja di depan layar video games.

“Dalam permainan ini, anak berhadapan dengan benda mati. Jadi, tak ada interaksi yang kreatif,” papar Siti seraya menambahkan, akhirnya tersimpulkan bahwa di situ tak ada interaksi kreatif dalam diri anak. “Cepat atau lambat, hal ini akan mengikis proses sosialisasi anak sebelum akhirnya mengambil peran dalam masyarakat,” katanya.

Prof. Dr. Utami Munandar, psikolog, mengingatkan bahwa dampak buruk yang bisa ditimbulkan akibat kecanduan permainan ini adalah melemahnya fisik dan psikis, tanpa disadari anak. Rentetan berikutnya, menyebabkan anak kekurangan energi dan melemahnya konsentrasi. Maka, jangan heran jika sewaktu-waktu nilai di rapor anak menurun, dan tidak usah kaget bila tiba-tiba seorang anak berubah jadi pemarah dan mudah tersinggung. “Memang pengaruhnya besar sekali terhadap perkembangan inteligensia anak-anak,” ujar Utami.

Sejauh permainan itu belum membuat kecanduan, Dra. Shinto B. Adelar, M.Sc, sekretaris jurusan Psikologi Perkembangan UI melihat adanya dua sisi — positif dan negatif — dalam video games. Dampak positif yang ditimbulkan permainan ini adalah belajar menemukan strategi. Dalam video games anak dirangsang menemukan atau mencapai score tertinggi, dengan sendirinya ia mempelajari setiap kesalahan yang telah diperbuat. Score itu dimaksudkan sebagai penghargaan atas jerih payah anak.

Selain itu, kata Shinto, masih ada segi positif lainnya, yakni melatih keterampilan tangan, koordinasi motorik mata dan tangan menjadi lebih terlatih. Segi lain adalah ketekunan. Namun “ketekunan” di sini dapat berarti buruk. Untuk sisi negatifnya, Shinto menilai video games bisa menumbuhkan sikap agresif. Contohnya, untuk mencari score tertentu ia harus menghancurkan lawan, dengan cara “membunuh” dan sebagainya. Hal ini, kata Shinto, bisa membingungkan anak bila tak dapat membandingkan antara permainan yang sifatnya fantasi dengan realitas kehidupan sekelilingnya.Seperti di Korea, anak-anak di sana setelah sekolah diminta les dan dampak pendidikannya maju. Kalau kita, siswa-siswa di sini (Indonesia) banyak yang main game, itu berakibat pada penurunan minat belajar.

Game online Lost Saga

Jalan Keluar

Langkah yang perlu segera diambil yaitu bagaimana agar jangan sampai anak itu kecanduan. Sebab, kalau sudah kecanduan akan sulit mengarahkannya agar mau mengerti tentang akibat sampingan alat mainan itu. Utami maupun Shinto sependapat, menggiring anak pada kegiatan lain memang tidak mudah, tapi bagaimana pun ini adalah tugas orangtua dan mereka harus mampu memahami minat anaknya.

Sementara Shinto menawarkan kegiatan yang bisa menggiring anak meninggalkan permainan yang cukup berpengaruh itu atau menjauhkan mereka dari dingdong atau sejenisnya, yakni dengan mengikutkan pada kegiatan ekstra kurikuler. “Karena, menutup toko yang menyewakan atau menjual game watch tidaklah mungkin, tapi batasilah uang jajan anak-anak dan motivasi mereka untuk tidak terpengaruh untuk membeli sejenis mainan itu,” ujarnya.

Alternatif lain diungkapkan Siti Hidayati, yakni lebih menitikberatkan pada dihidupkannya kembali keterampilan tradisional di SD. Dari segi sosiologi keluarga, ia menekankan agar orangtua lebih menyadari perannya sebagai social agent bagi anak-anaknya. Orangtua harus mampu jadi teman bermain bagi anak-anaknya, sehingga komunikasi menjadi lancar dan anak tidak perlu lagi mencari kesibukan di luar rumah. Apalagi kenyataannya kini, anak-anak di kota seperti kehilangan tempat bermain, setelah semuanya berubah jadi pusat-pusat pertokoan dan perkantoran.

Tapi, menurut Kak Seto, yang paling efektif yaitu dengan membiasakan kembali mendongeng bagi anak-anak. Dalam era globalisasi kini, orangtua wajib berperan sebagai penyampai pesan (komunikator) bagi anak-anaknya dengan kegiatan mendongeng. Hal itu bisa dilakukan setelah ibunya pulang dari bepergian dengan menceritakan apa yang pernah dilihatnya atau juga oleh ayahnya ketika anaknya hendak tidur malam.

Dus, bukan hanya orangtua yang pegang peranan di sini, tetapi guru pun harus ikut aktif. Guru harus dapat menempatkan dirinya di tengah anak-anak yang masih dalam proses perkembangan dengan segala tantangannya agar anak didiknya merasa kerasan tinggal di kelas. Di samping itu, ketika di sekolah, guru hendaknya jangan hanya memberi PR yang sifatnya abstrak, tetapi hendaknya yang bersifat realistis, misalnya dengan menyuruh anak menyelidiki proses persemaian pada tumbuhan dan sebagainya.

Ya semoga masalah ini bisa cepat terselesaikan, mengingat pentingnya generasi penerus bangsa yang kuat dan tak diperdaya teknologi. peranan orang tua disini sangat dituntut demi kelangsungan pendidikan sang anak.

Sekian artikel ini saya buat mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata. wassalam


Referensi :


0 komentar:

Posting Komentar

Thanks Atas komentarnya.. komentar anda sangat berguna untuk kami....